Friday, 28 September 2012

Resensi Novel: Botchan Si Anak Bengal

Cover "Botchan Si Anak Bengal"

 Judul           : Botchan Si Anak Bengal
 Penulis        : Natsume Soseki
 Penerjemah : Jonjon Johana
 Penerbit       : Kansha Books (Versi Indonesia)
 Terbit           : 1906 (Versi asli)
  Cetakan I, Juli 2012 (Versi bahasa Indonesia)
 Tebal           : 233 halaman
 Sejak kanak-kanak, Botchan tidak pernah lepas dari ‘masalah’. Orangtuanya menganggapnya anak berandalan tanpa masa depan. Tidak ada yang menyukai maupun memahami tingkah lakunya, kecuali wanita tua yang menjadi pelayan keluarga mereka.
 Berbekal warisan yang sedikit, Botchan berhasil lulus sekolah. Seperti biasa, tanpa berpikir panjang dan spontan, dia memutuskan untuk menerima tawaran menjadi guru. Ternyat, menjadi guru yang jujur di daerah pelosok tidak semudah yang dibayangkan.

Sinopsis (Spoiler Alert)


 Masa kanak-kanaknya penuh dengan masalah. Sehingga ayah, ibu, dan kakaknya sendiri tidak menyukainya. Namun, pembantu mereka, Kiyo, menyayangi Botchan sepenuh hati meskipun Botchan adalah anak yang bandel.

Saat ia menginjak kelas 3 SMA, ia menjadi yatim piatu. Berbekal warisan yang sedikit, ia berhasil lulus sekolah di Tokyo University of Physics. Ia mendapat tawaran untuk menjadi guru di Matsuyama, Pulau Shikoku. Kota terpencil yang masih sangat tradisional. Ia diterima di sana sebagai guru matematika.

Namun, keadaan tidak sesuai seperti yang ia harapkan. Murid-murid di sana bandel-bandel. Rekan sesama gurunya pun aneh-aneh. Namun, guru yang menjadi fokus dalam novel ini adalah guru matematika bernama Hotta, guru olahraga bernama Koga, guru kepala (Si kemeja merah), guru seni, dan kepala sekolahnya. Di sana, ia menginap di sebuah kos-kosan milik teman Hotta.

Baru beberapa hari mengajar, murid-murid sudah berulah. Mereka menjahili Botchan dengan perdebatan, perkataan, perbuatan, dan tulisan-tulisan. Pada suatu hari, si Kemeja Merah dan guru seni itu mengajak Botchan pergi memancing. Botchan menyetujuinya. Pada suatu saat, Botchan merasa bahwa mereka berdua membicarakan sesuatu tentang Botchan. Tentang kenakalan murid-murid serta Hotta. Botchan mengetahui ada yang tak beres. Namun, botchan diam saja.

Esoknya, diadakan rapat mengenai kejahilan murid-murid. Kepala sekolah memimpin jalannya rapat. Seusai rapat, tiba-tiba Hotta meminta Botchan pergi dari tempat kos dan pindah ke tempat kos lain. Hubungan antara Hotta dan Botchan menegang. Namun hubungan dengan Si Kemeja merah tidak menegang.

Akhirnya, Botchan mendapat tempat kos lain milik rekan Koga, si guru olahraga. Tempat itu dirawat oleh seorang nenek. Ia selalu menyuguhi Botchan dengan ubi hingga Botchan sendiri kesal.

Sudah kebiasaan Botchan, pergi ke kota sebelah untuk mandi di pemandian air panas. Namun suatu hari ia bertemu Koga dan Si kemeja merah. Mereka semua berangkat dalam satu kereta, namun berpisah saat tiba di stasiun. Botchan pun langsung mendatangi pemandian. Setelah keluar dari sana, dia melihat ada dua bayangan manusia di kejauhan. Setelah ia menelitinya, ternyata itu adalah Si Kemeja Merah dan Madonna, calon istri Pak Koga. Dari situ, terdapat konflik di dalam hati Botchan, siapa yang jahat antara Si Kemeja merah atau Hotta.

Tiba-tiba, terdengar berita bahwa Pak Koga akan pindah ke sebuah kota terpencil. Dan Botchan akan mendapat gaji tambahan. Namun Botchan menolaknya karena merasa gaji tambahan itu adalah jatah Pak Koga sebelumnya. Saat menanyakannya pada Si Kemeja Merah, ia berkata bahwa Koga pindah atas kemauannya, bukan paksaan dari pihak sekolah.

Akhirnya, diadakan pesta untuk melepas kepergian Pak Koga. Namun sesuatu yang ganjil terjadi. Bukannya malah sedih, para guru seperti Kemeja merah, dan guru seni malah bersenang-senang dalam pesta itu. Mereka mabuk-mabukan. Botchan dan Hotta mulai merasa ada hal yang disembunyikan oleh Si Kemeja Merah.

Esoknya sekolah diliburkan karena ada perayaan nasional. Para guru mendampingi murid-muridnya pada saat berjalan menuju lapangan besar. Namun saat itu terjadi perkelahian antara SMA tempat Botchan mengajar dengan SMK lain. Setelah upacara di lapangan besar, Botchan beristirahat dan pulang ke kos-kosan sang nenek. Lagi-lagi Botchan disuguhi ubi.

Sorenya, Hotta dan Botchan diajak adik Si kemeja merah untuk melihat acara pesta perayaan. Lagi-lagi tawuran terjadi. Hotta dan Botchan kini berusaha melerai. Namun sia-sia. Mereka malah berakhir babak belur. Saat polisi datang, para siswa langsung semburat. Hotta dan Botchan dibawa ke kantor polisi dan diperiksa sebagai saksi.

Esoknya, koran memberitakan tentang tawuran itu. Namun di situ tertulis bahwa ada guru yang mengompori para siswa untuk berbuat seperti itu. Dan guru yang dimaksud sepertinya mereka berdua. Hotta dipanggil pihak sekolah atas kejadian tersebut dan disuruh untuk membuat surat pengunduran diri. Namun Botchan tidak.

Mereka mulai curiga dengan hal ini. Apakah Si Kemeja Merah yang melaporkan hal ini kepada pihak koran? Sebagai kawan, Botchan juga ingin membuat surat pengunduran diri. Namun kepala sekolah tak menyetujuinya dengan alasan tidak ada lagi yang mengajar matematika.

Hotta pun pergi dari sana. Namun ia tinggal di kota pemandian. Ia ingin memata-matai Si Kemeja merah mengingat bahwa ia pergi kesana. Hotta ingin membalas dendam atas kelicikan yang diperbuat Si Kemeja Merah kepadanya. Botchan pun juga ikut memata-matai.

Pada suatu sore, dua orang geisha masuk ke sebuah penginapan. Hotta menduga bahwa mereka adalah geisha sewaan Si Kemeja Merah. Benar saja, Sekitar pukul 10 malam Si Kemeja merah dan guru seni datang ke penginapan itu. Mereka membicarakan sesuatu tentang Botchan, Koga, dan Hotta.

Botchan dan Hotta menunggu semalaman sampai Si kemeja merah dan guru seni itu keluar. Sekitar pukul lima pagi mereka keluar. Hotta dan Botchan membuntutinya hingga sebuah tempat yang sepi. Setelah itu Hotta dan Botchan menghajar Si Kemeja merah habis-habisan.

Lalu, Hotta dan Botchan meninggalkan tempat itu. Botchan mengemasi barangnya dan kembali ke Tokyo dan menemui Kiyo. Di Tokyo, Botchan mendapat pekerjaan sebagai teknisi perkeretaapian.


Sebenarnya, dugaan Hotta dan Botchan mengenai kepergian Pak Koga adalah strategi Si Kemeja Merah agar mendapatkan Madonna dengan menjauhkan Koga dari Madonna. Alasan mengapa Koga mau pergi adalah mungkin karena Koga luluh hatinya dan terpaksa mengikuti kehendak Si Kemeja merah yang pandai bersilat lidah.

Pemecatan Hotta pun mungkin karena Hotta akan menyulitkan Si Kemeja merah. Sedangkan Botchan dibiarkan tinggal karena ia mungkin akan dengan mudah dikelabui oleh perkataan Si Kemeja Merah.

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan

Ceritanya ringan dan sederhana tanpa ada unsur imajinasi yang berlebihan. Cara penyampaiannya pun lugas namun penuh humor.

Kekurangan

Kadang bahasa yang digunakan sangat kasar. Sehingga novel ini dikategorikan sebagai novel remaja, bukan anak-anak.

Penutup

Semoga cukup membantu bagi anda yang ingin membeli novel. Mohon maaf bila terjadi kesalahan kata. Terima kasih telah membaca blog saya :)

Sunday, 23 September 2012

Resensi Novel: The Invention of Hugo Cabret

Cover "The Invention of Hugo Cabret"

 Judul           : The Invention of Hugo Cabret
 Penulis        : Brian Selznick
 Penerjemah : Marcalais Fransisca
 Penerbit : Scholastic Press, New York (Versi asli)
  Mizan Fantasi (Versi Bahasa Indonesia)
 Terbit   : 2007 (Versi asli)
  Cetakan I, Januari 2012 (Versi bahasa Indonesia)
 Tebal           : 541 halaman
Kehadirannya bagaikan hantu. Hugo menyelinap dari satu bilik ke bilik lain, menyusuri lorong tak terlihat, dan mengendap-endap di bawah temearam lampu stasiun kota. Tak seorang pun tahu, Hugo menyembunyikan sebuah rahasia besar warisan mendiang ayahnya, satu-satunya pengikat dirinya dengan masa lalu sekaligus masa depan. Namun, semua berubah ketika ia berjumpa dengan seorang pria tua berwajah muram yang selalu berusaha menguak rahasia besar Hugo. Apa hubungan antara pria tua itu dengan rahasia Hugo?

  Sinopsis (Spoiler Alert)

    
              Hugo, anak Yatim yang tinggal di balik dinding di Stasiun kereta di Paris pada tahun  1930. Dia bertahan hidup dengan cara mencuri dari kios-kios yang ada di stasiun. Dia juga mencuri gir-gir dan per dari toko mainan milik seorang kakek tua bernama Georges. Selain itu, Hugo juga mengkalibrasi jam-jam di stasiun tiap pagi.
            Benda-benda itu sendiri ia gunakan untuk memperbaiki bagian yang hilang dari otomaton, benda mirip robot yang bekerja dengan gir dan putaran roda. Dia merangkainya berdasarkan buku catatan yang dibuat oleh ayahnya.
            Suatu hari, saat Hugo mencuri di toko mainan Georges, ia ketahuan. Hugo disuruh untuk mengeluarkan seluruh isi kantongnnya, tak terkecuali buku catatan tersebut. Betapa terkejutnya Georges saat mengetahui ada gambar otomaton di buku catatan itu. Georges merampasnya.
            Esoknya, Hugo memintanya kembali, namun Georges berkata bahw buku itu sudah dibakar. Hugo sangat kaget. Namun setelah itu ia bertemu dengan Isabelle. Ia adalah anak baptis Georges. Isabelle berkata kepada Hugo bahwa bukunya belum dibakar. Hanya disimpan di suatu tempat di apartemen tempat Georges tinggal.
            Georges meminta bukunya kembali. Namun, Georges berkata bahwa Hugo harus bekerja di kiosnya untuk mengganti semua benda yang telah dicurinya daam waktu yang belum ditentukan.
            Hari demi hari ia lalui, bagian otomaton semakin sempurna hingga akhirnya semua bagian tekah terpasang. Namun, mesin itu belum bisa bekerja. Ada sebuah lubang kunci berbentuk hati yang menarik perhatiannya.
            Suatu hari, Hugo pergi ke bioskop bersama Isabelle. Isabelle belum pernah sama sekali pergi ke bioskop. Mereka masuk secara diam-diam. Sementara itu, sepulang dari bioskop, di stasiun, Hugo melihat bahwa kunci berbentuk hati yang selama ini ia cari ada pada Isabelle. Tak banyak bicara, tanpa sepengetahuan Isabelle, Hugo mencuri kunci itu.
            Hugo langsung berlari ke tempat di mana otomaton itu ia simpan. Melihat gelagatnya yang aneh, Isabelle mengejar Hugo. Akhirnya mereka tiba di kamar Hugo, tempat ia menyimpan otomaton itu. Hugo ketahuan telah mencuri kunci itu dari Isabelle. Hugo pun menjelaskan kepada Isabelle semua tentang otomaton itu.
            Sebenarnya, otomaton itu berada di museum tempat ayah Hugo bekerja. Ayahnya juga mencari bagian yang hilang dari otomaton itu. Suatu hari, ayah Hugo terperangkap di museum. Saat itu juga terjadi kebakaran. Ayah Hugo tewas pada peristiwa itu. Hugo menemukan otomaton itu di antara puing-puing museum yang terbakar. Hugo menjadi Yatim Piatu. Ia lalu dirawat oleh Pamannya, Claude Cabret. Pamannya yang bekerja sebagai tukang jam di stasiun itu membawa Hugo ke stasiun. Namun, tidak lama setelah itu pamannya tewas tenggelam di sungai.
            Kunci yang dicuri Hugo itu pas dengan lubang pada otomaton. Mesin itu menggambar sebuah adegan film. Di mana terdapat sebuah roket yang menancap di mata bulan. Gambar itu juga dibubuhi tanda tangan Georges Meliés, ayah baptis Isabelle.
            Mereka bingung. Mereka mengadukannya kepada Ibu baptis Isabelle, suami Georges, Jeanne. Tentu saja Mama Jeanne juga terkejut sebagaimana Georges terkejut saat membuka buku catatan Hugo. Georges mengetahui kedatangan Hugo dan gambar bulan itu. Bagaikan terkena serangan jantung Georges kaget dan lemas. Hugo kembali ke stasiun
            Esoknya, Hugo membuka kios Georges tanpa Georges yang sedang sakit. Siangnya, Hugo menutup kios dan pergi ke Perpustakaan Akademi Film Prancis. Ia bertemu Etienne, karyawan di sana, teman lama Isabelle, yang pernah mengajak mereka ke bioskop. Sebenarnya waktu itu Etienne ikut. Hanya saja ia dipecat setelah Etienne memasukkan Hugo dan Isabelle ke bioskop.
            Hugo mencari buku yang ia jadikan referensi untuk menyelidiki Georges Méliès. Benar saja. Ternyata ia adalah seorang pembuat film di era 1900 hingga 1910-an. Namun, buku itu menuliskan bahwa Georges telah mati.
            Hugo pergi menemui Rene Tabard, penulis buku itu. Ia senang mengetahui bahwa Georges masih hidup. Ia ingin bertemu dengannya. Hugo mengatur pertemuan itu, sekaligus membuka pikiran Georges dan mengingatkan kembali akan masa keemasannya. Tabard akan pergi ke apartemen dalam waktu 2 minggu.
            Hugo memberi tahu Isabelle tentang itu. Ia berpesan kepada Isabelle untuk tidak memberi tahu Mama Jeanne dan Papa Georges agar rencananya itu menjadi kejutan.
            Saat yang ditunggu itu tiba. Meskipun dengan berat hati, Mama Jeanne mengizinkan Tabard dan Etienne untuk masuk. Mereka membawa perangkat untuk memutar film. Namun, Georges yang tertidur terbangun mendengar suara bising yang dihasilkan proyektor film.
            Akhirnya Georges menceritakan semua masa lalunya. Mulai menjadi pesulap. Ia menciptakan otomaton untuk keperluan sulapnya. akhirnya ia terinspirasi untuk membuat film dari kesuksesan Lumiere bersaudara. Georges mencampur keahlian sulapnya dalam pembuatan film. Akhirnya terciptalah special effect. Namun, perang dunia I menghancurkan segalanya. Film-film Georges tidak laku dan Georges pun bangkrut. Dengan sisa-sisa uangnya, ia membuka kios mainan di stasiun setelah perang berakhir.
Enam bulan kemudian, Georges dan Tabard mengadakan acara untuk mengingatkan penduduk Paris atas film-film yang pernah Georges buat. 

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan

   Disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami, dilengkapi dengan ilustrasi yang detail menjelaskan hampir seluruh kejadian yang terjadi dalam novel. Ceritanya pun cocok untuk semua umur. Suasana pada tahun 1930-an di Paris juga diceritakan dengan detail melalui tulisan dan gambar. Selain itu, jika mampu mengambil hikmahnya, cerita ini juga inspiratif

Kekurangan

     Namun, dibalik keindahan gambar yang disajikan, menurut saya, gambar-gambar ini malah membuat efek negatif. Novel ini dipenuhi dengan 60% gambar. Sehingga, tidak sampai satu hari pun, 500 halaman ini bisa habis dibaca. Di lain pihak, buku ini juga menjadi sangat berat.

Diangkat ke Layar Lebar

         Film ini telah diangkat ke layar lebar dan berjudul Hugo. Film ini rilis pada tahun 2011. Diperankan oleh Asa Butterfield (Hugo), Chloë Grace Moretz (Isabelle), Ben Kingsley (Georges Méliès, dan beberapa aktor lain. Film ini memenangkan lima penghargaan Oscar dan 39 penghargaan lainnya. Namun, dalam film ini terdapat hal yang berbeda sebagai berikut:

1. Tidak ada Etienne dalam film ini.
2. Hugo dan Isabelle pergi ke perpustakaan akademi film bersama. Sedangkan dalam novelnya tidak

Namun, setiap detail dalam novel ini hampir seluruhnya diceritakan dalam film ini.

Penutup

Semoga cukup membantu bagi anda yang ingin membeli novel. Mohon maaf bila terjadi kesalahan kata. Terima kasih telah membaca blog saya :)